Menelisik al-Qur’an Terjemah Bahasa Jawa

  Jumat, 21 Desember 2018 - 16:48 |   BY admin
Menelisik al-Qur’an Terjemah Bahasa Jawa

Bermula dari pesan singkat Menteri Agama RI tentang laporan adanya manuskrip Tafsir al-Qur’an Jawen karya Ki Bagus Ngarfah tahun 1905 yang masih tersimpan di Keraton Surakarta, pada tanggal 21 s.d 22 Desember 2018, Dr Muhammad Zain, Kapuslitbang LKKMO bergegas melakukan penelusuran naskah-naskah keagamaan di Kasunanan Surakarta. Proses diawali dengan menelusuri karya katalog Prof Nancy Florida, Javanese Literature in Surakarta manuscripts: Introduction and Manuscripts of the Karaton Surakarta. Karya Prof Nancy ini cukup komprehensif, diterbitkan tahun 1993 dengan 412 halaman. Karya ini menjadi referensi hampir semua pengkaji/peneliti manuskrip Jawa.

Sore hari, kamis, 21 Desember 2018 disambut oleh Dra. Gusti Kanjeng Ratu Koes  Moertiyah, M.Pd. (mantan Anggota DPR RI) beserta beberapa ratu dan keluarga Keraton lainnya. Santap siang santai sambil berbincang serius terkait kemungkinan membangun kerjasama (MoU) antara Kasunanan Surakarta dengan Badan Litbang dan Diklat untuk penerjemahan dan publikasi naskah-naskah keagamaan milik Keraton. Terungkap ada beberapa naskah yang penting untuk kebutuhan kajian akademisi dan masyarakat umum. Saya tidak mau Keraton kehilangan rohnya, tegas Kanjeng Ratu Moertiyah.

Eyang Pakubuwono ke-5 adalah seorang sufi yang menulis Serat Wulang Reh sebagai intisari ajaran al-Qur’an dan hadis yang disajikan dalam bahasa Jawa. Serat ini merupakan terjemahan al-Qur’an dalam bentuk tembang memiliki 13 tembang masing-masing berisi 50 bait dan ditulis sejak era Pakubuwono ke-4. Sedangkan Serat Sana Sunu mengisahkan tentang hukum Islam seperti hüküm waris. Selain itu, ada juga naskah yang memuat terjemahan khutbah-khutbah Kyai di Pedesaan. Dulu, Keraton merupakan pusat pemerintahan. Tuturnya. Dalam padangan Pakubuwono ke-4, orang Jawa satu kata dalam terjemahan al-Qur’an, ini memiliki makna yang sangat mendalam, bahwa orang Jawa sangat mungkin dan mampu memahami al-Qur’an.

Keraton pertama kali memiliki Serat Biwodonoto. Sinuwun, raja kepingin agar al-Qur’an dan bahasa Arab bisa dipahami dengan baik. Itulah sebabnya, khutbah “dijawakan”. al-Qur’an “dijawakan”. Ada juga Serat Anbiya’ yang memuat kisah dari Nabi Adam sampai masa khulafa’ al-rasyidin. Yosodipuro, Eyang Ronggowarsito menegaskan bahwa huruf-huruf Jawa memuat ramalan kehidupan. Huruf alif dan ba’ semua memiliki makna untuk meramalkan kehidupan. Tenggang rasa harus dijaga, demikian pesan Ronggowarsito. Orang Jawa sudah mengenal Gusti Allah sebelum agama apa pun sampai ke sini. Hanya saja mereka tidak sampai memberi nama.

Terkait al-Qur’an Jawen yang ditulis oleh Ki Bagus Ngarfah pada tahun 1905. Tafsir ini adalah al-Qur’an Kejawen Akon, yakni al-Qur’an yang dijawakan. Siapa Ki Bagus Ngarfah itu?, beliau adalah abdi dalem—ulama yang berada dalam Paguyuban Waradarma (semacam Majelis Ulama di Keraton). Beliau pernah ditunjuk sebagai Kepala Sekolah di Mamba’ul Ulum, Surakarta.  Beliau termasuk tokoh yang “misterius”, jejak langkahnya belum banyak terlacak. Bahkan karya tafsirnya ini ditentang oleh Sayid Usman, mufti Betawi kala itu. Barangkali karena pendapat-pendapat Ki Bagus Ngarfah yang menolak penetrasi kolonialisme Belanda, akhirnya tafsir tersebut diedit oleh Ngabehi Wirapustaka, abdi dalem yang berpangkat mantri, di Surakarta pada tahun Jawa 1835 bertepatan dengan tahun 1905 M. Selanjutnya, tafsir tersebut ditulis oleh sekretaris Ngabehi Wirapustaka yang bernama Kirana Subaya, seorang abdi dalem yang berpangkat lurah, seperti seorang pengaman Nirboyo.

Tafsir Ki Bagus Ngarfah ini menarik, karena kita dapat menelisik dan mengetahui geliat intelektual Islam pada awal abad ke-20. Benarkah tesis yang mengatakan bahwa abad itu adalah abad kemunduran pemikiran Islam di Indonesia. Karya-karya dan pemikiran otentik sebagaimana halnya yang telah ditorehkan oleh para ulama abad ke-17 dan 18, sudah minim ditemukan. Karya-karya ulama abad ke-20 sudah tidak se-otentik karya-karya Syeikh Abd Rauf al-Singkili, Syeikh Nuruddin al-Raniny, Syeikh Abd Samad al-Palembany, Syeikh Yusuf al-Makassary, Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjary, Rangga Warsito, Syeikh Nawawi al-Bantany, dst.

Pada keesokan harinya, jum’at pagi Zain berkunjung ke Museum Radya Pustaka dan bertemu dengan Mbak Kurnia, pustakawati. Di situ ditemukan terjemah ayat Q.S. al-Fatihah yang sangat populer, Ihdina al-shirath al-mustaqim. Tunjukilah kami kepada jalan yang benar, dan jalan yang benar itu ada pada syara’ agama Islam (Tafsir al-Jamal). Hal yang menarik pada Tafsir Tabshir al-Anam ini karena cara penulisannya tidak sekedar menerjemah tetapi juga menafsir. Bahkan dalam banyak ayat selalu dibubuhi keterangan referensi tafsir yang dirujuk penulisnya, seperti Tafsir al-Jalalain, Tafsir al-Jamal, dst.

Selain Tafsir Ki bagus Ngarfah di atas, dalam kunjungan singkatnya, Zain menyempatkan membuka kitab-kitab lainnya yang belum banyak dieksplorasi, seperti:

  1. Kitab tafsir karya Tabshir al-Anam ke-5. Tafsir ini masih edisi huruf Pegon. Tafsir ini sesungguhnya ditulis oleh para ulama Keraton yang diketuai oleh Tabshir Anom ke-5.
  2. Tafsir Suci Boso jawi, karya K. Raden Adnan, putera ke-3 Tabshir Anom ke-5. Raden Adnan salah seorang pendiri UII Yogyakarta.
  3. Suluk Syaththariyah, anonim.
  4. Primbon Mangkupraja yang ditulis pada tahun 1755 dengan kertas Daluwang. Jenis kertas ini yang terbaik menurut Prof Sakanoto.
  5. Serat Nabi Yusuf, yani persembahan Pakubuwono pertama kepada sang permaisuri kanjeng Ratu Masbalitar. Serat ini ditulis pada tahun 1729 M yang memuat cerita Nabi Yusuf.
  6. Serat Iskandar.
  7. Kawan Doso, yang memuat 40 hadis Nabi tentang tanda-tanda datangnya hari kiamat.  

Terbesit dalam pikirannya, Zain mencoba merancang langkah-langkah konkret yang harus segera dikerjakan, yaitu melakukan persiapan penandatangan MoU dengan pihak Keraton Surakarta dan mengirim peneliti dan filolog Lektur dan LPMQ untuk mengkaji lebih serius naskah-naskah keagamaan Keraton Surakarta.

Mitra