Leiden: Kota penuh Kenangan dengan Sejarah Indonesia

  Sabtu, 28 Juli 2018 - 09:02 |   BY admin
Leiden: Kota penuh Kenangan dengan Sejarah Indonesia

Kota Leiden menyimpan berbagai kenangan dengan Indonesia pada masa silam. Beragam catatan penting telah tuangkan dalam situs-situs sejarah di Leiden untuk disematkan dalam memori setiap pengujung yang ingin mengetahui lebih jauh tentang relasi Leiden dengan Indonesia pada masa silam. Mulai dari hal menyangkut politik terkait kepentingan kolonialisasi, hingga kepada memberi kesempatan untuk pengembangan pendidikan baik untuk orang Belanda sendiri seperti Snouck  Hurgronje dan Indonesia seperti Husein Djajadiningrat yang merupakan orang pertama meraih gelar Doktor di Leiden.

Sabtu, tanggal 28/7/2018 bersama PPI Leiden, Fakhriati, peneliti yang dikirim untuk Drewes fellowship, menyisihkan waktu untuk berkunjung ke situs-situs di kota Leiden. Lokasi pertama dikunjungi adalah Rijk Museum Volkenkunde (dibangun abad 19th) yang terletak di tengah-tengah kota Leiden menyimpan 55000 koleksi Indonesia dari berbagai jenis. Patung-patung Budha dijejer dengan rapi dan memberi kesan tersendiri bagi pengunjung. Pemeliharan terhadap jenis koleksi seperti di Leiden ini seakan tidak pernah terlihat di Museum Indonesia sendiri. Dekat dengan bangunan museum ini, terdapat bangunan tempat pemberangkatan infantrie Belanda menuju Indonesia. Monumen yang berisi kata-kata “Het Verscheid zonder thuiskomst” yang berarti “pergi tidak kembali lagi” diletakkan tidak jauh dari pintu gerbang pemberangkatan para infantry. Situs ini mengingatkan pengunjung tentang kerelaan para pejuang Belanda diberangkatkan ke negeri Jawa yang jauh di mata untuk perjuangan memberi kebaikan kepada Indonesia pada tahun 1946-1948 untuk mencoba memenangkan kembali wilayah jajahan yang pernah dikuasainya.

Dalam hal Pendidikan, banyak peninggalan yang dilakukan tokoh-tokoh Leiden untuk Indonesia. Demikian juga halnya para cendikiawan Indonesia telah mewarnai sejarah di Leiden. Ahmad Soebarjo, yang diangkat Soekarno menjadi Menteri Luar Negeri pada masa awal pemerintahan Indonesia, belajar di Leiden selama 14 tahun (1919-1943). Tempat tinggalnya di leiden jalan Noordiende 32, masih dijaga hingga saat ini sebagai tempat yang bersejarah.  Selain itu, Husein Djajadiningrat adalah student PhD pertama yang berhasil meraih gelar doctor di Universitas Leiden, pada tahun 1913. Patungnya diabadikan di Academic Gebouw (bangunan Akademik) Leiden Univeristy hingga saat ini. Sehingga tidak heran, apabila di Leiden ini telah muncul lembaga khusus sebagai infrastruktur belajar orang Indonesia, yaitu (KITLV pada tahun 1851) dan kemudian muncul juga club huis untuk student Indonesia yang digunakan untuk membahas hal-hal penting terkait pendidikan dan kebudayaan Indonesia. Tujuan berdirinya club huis ini adalah untuk membangun kesadaran mahasiswa tentang budaya Indonesia. Sehingga dalam club ini diwajibkan berbahasa Indonesia, kalua tidak akan didenda, demikian penjelasan tour guidenya, David.

Sosok penting lain dalam riwayat pendidikan di Leiden adalah Snouk Hurgronje, Professor Arabic Studies di Univeristas Leiden. Konsentrasi penelitian PhDnya adalah tentang Mekkah dan melahirkan disertasinya “Het Makanse Feets”. Pada saat itu, dia masuk ke Mekkah selama lima bulan utk penelitian, namun tidak bisa dikesamping unsur politis colonial tentunya, yaitu pada saat itu Indonesia, khususnya Aceh belum bisa ditaklukkan. Perang terus berlangsung dalam waktu yang sangat lama. Akhirnya penaklukkan dilakukan dengan mencari ilmu ke Mekkah dulu.

Pada kesempatan ini, kami sempat berziarah ke makam Snouk Hurgronje yang terletak tidak jauh dari kota Leiden, hanya 1 kilometer. Makam Snouck adalah termasuk makam elit yang dibangun berbeda dengan yang lainnya. Design makam diperuntukkan kepada orang-orang tertentu berbeda dengan orang-orang biasa. Ada tiga jenis model pemakaman di kebun pemakaman yang kami kunjungi, model nisan untuk orang bisa, orang terpelajar, dan orang yang memiliki strata tinggi. Kebun ini dperuntukkan kepada agama apa saja. Mereka tidak membedakannya menurut agama. Student Indonesia yang meninggal ditembak di Leiden oleh tentara Nazi pada Januari 1945, Irawan Soejono, juga dimakamkan di sana. Iya merupakan tokoh yang menolak Nazi.

Demikian sekelumit pengalaman sharing sejarah Leiden – Indonesia, yang ternyata Leiden tidak hanya kota pendidikan pada saat ini, namun sudah mulai sejak abad ke-16 masa silam dan telah menghasilkan tokoh-tokoh ilmuan dari Indonesia yang menghiasi sejarah Leiden dan Indonesia. Selain itu, sejarah colonial juga sebagian berasal dari wilayah Leiden. (FI).

Mitra