Workshop Validasi Draft Tahap Akhir Penerjemahan Al-Qur’an Ke Dalam Bahasa Daerah Bugis

  Selasa, 17 Juli 2018 - 10:55 |   BY admin
Workshop Validasi Draft Tahap Akhir Penerjemahan Al-Qur’an Ke Dalam Bahasa Daerah Bugis

MAKASSAR, (17/07/2018). Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi (LKKMO) bekerjasama dengan Fakultas Ushuuddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar melaksanakan Workshop Validasi Tahap Akhir Penerjemahan al-Qur’an ke dalam Bahasa Daerah Bugis setelah melalui tiga tahap pembahasan. Workshop dibuka langsung oleh Kepala Balai Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI. Prof. Abdurrahman Mas’ud, Ph.D yang didampingi oleh Kepala Pusat LKKMO, Dr. Muhammad Zain, M.Ag. Workshop tersebut diikuti oleh 30 peserta termasuk narasumber, pembahas dan validator.

Penerjemahan al-Qur’an ke dalam Bahasa Daerah Bugis dinilai sangat strategis karena pengguna Bahasa Bugis merupakan populasi terbesar di Sulawesi Selatan. Bahkan, Bahasa Bugis sudah menjadi bahasa nusantara sejak terjadinya diaspora orang-orang Bugis di hampir seluruh wilayah di Asia Tenggara. Hal itu juga ditegaskan oleh Kepala Balitbang dan Diklat Kemenag RI. dalam sambutannya, bahwa “Saya melihat, Bahasa Bugis bukan hanya menjadi Bahasa Nusantara tetapi sudah menjadi bahasa yang mendunia dalam memperkenalkan ajaran al-Qur’an, misalnya peran yang dilakoni oleh Syekh Yusuf al-Makassari dalam dakwahnya hingga ke Afrika Selatan”. Selain itu, pria yang sudah sangat faham budaya Bugis-Makassar tersebut menambahkan bahwa sebagai bahasa dakwah, Bahasa Bugis sering berpadanan dengan bahasa dunia lainnya dalam memahami al-Qur’an. Misalnya, kata “pallapiq aro” (perisai/pelindung) yang digunakan oleh tim penerjemah untuk menerjemahkan kata “qawwam” dalam QS. al-Nisa/4:34 juga digunakan oleh Muhammad Asad dalam Tafsirnya, The Message of The Quran dengan ekspresi “save guard”. Meskipun Asad mempadanankan kata qawwamun ‘ala al-nisa dengan take full care of women tetapi tanggung jawab istri ketika suaminya tidak bersamanya disebutnya dengan who guard the intimacy which God has guarded (hafizhat li al-gayb bima hafizhallah).

Sebelumnya, Kepala Pusat LKKMO, Dr. Muhammad Zain mengulas  bahwa penggunaan kata “pallapiq aro” dalam menerjemahkan kata “qawwam” merupakan terjemahan yang tidak lazim, karena kata tersebut (pallapiq aro) sangat responsif gender, tidak sebagaimana selama ini yang oleh ulama tafsir Bugis selalu diekspresikan dengan kata yang bias gender, seperti masarro kuasai (berkuasa penuh). Dalam sambutannya, pria berdarah Bugis-Mandar ini menjelaskan bahwa Bahasa Bugis merupakan bahasa yang sudah digunakan sebagai bahasa terjemahan bagi kitab-kitab suci dan manuskrip sejak paruh kedua abad ke-19. Benjamin Frederik Matthes, seorang missionaris Kristen, telah menghimpun Lontara Pattorioloang pada tahun 1883 dan menerjemahkan Injil ke dalam Bahasa Bugis tahun 1895. Karena itu, lanjutnya, kegiatan workshop penerjemahan al-Qur’an ke dalam Bahasa Bugis ini, tidak saja memiliki nilai historis yang sangat kuat tetapi juga memiliki nilai sakralitas yang sangat dalam. Patut disyukuri karena kedua nilai tersebut telah direpresentasikan oleh para ulama dan asatidz yang tergabung dalam tim penerjemah. Selain mahir dalam bahasa al-Qur’an, mereka juga mahir dalam Bahasa Bugis.

Harapan semua yang terlibat dalam workshop semoga pekerjaan yang suci ini dapat menyebarkan ajaran-ajaran suci al-Qur’an.

Mitra