Puslitbang Lkkmo Sosialisasikan Pma Nomor 9 Tahun 2018 Tentang Buku Pendidikan Agama Di Sumatera Selatan

  Selasa, 10 Juli 2018 - 10:48 |   BY admin
Puslitbang Lkkmo Sosialisasikan Pma Nomor 9 Tahun 2018  Tentang Buku Pendidikan Agama Di Sumatera Selatan

Palembang, 10 Juli 2018, Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi (LKKMO) pada tanggal 10 Juli 2018 melakukan kegiatan Sosialisasi Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 9 Tahun 2018 tentang Buku Pendidikan Agama di Sumatera Selatan. Acara dilaksanakan di kota Palembang, bertempat di Kanwil Kementerian Agama Provinsi Sumatera Selatan. Tim sosialisasi dari Puslitbang LKKMO diwakili oleh peneliti, Retno Kartini,  dan Kasubbag TU, Rois Mustofa.

Acara sosialisasi dihadiri oleh 35 orang peserta yang terdiri  dari pejabat struktural, fungsional dan pelaksana dari Kanwil Kemenag Provinsi Sumatera Selatan, widyaiswara dari Balai Diklat Keagamaan Palembang, dosen, para guru dari sekolah umum, kejuruan dan madrasah, penulis, serta beberapa perwakilan penerbit seperti Yudistira, Grafindo, Bumi Aksara, dan Penebar Swadaya.

Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Sumatera Selatan, H.M. Alfajri Zabidi dalam sambutan yang dibacakan oleh Kabag Tata Usaha,  Drs.H. Paidol Barokat, M.Pd.I berharap agar kegiatan sosialisasi PMA No. 9 Tahun 2018 ini dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana,  dapat di ketahui atau di mengerti secara luas oleh masyarakat, serta bermanfaat bagi semua fihak yang berkaitan dengan proses penyusunan,  penilaian, penerbitan, pendistribusian, dan pengawasan terhadap buku pendidikan agama sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Agama ini.

“Saya yakin Peraturan Menteri Agama Nomor  9  Tahun 2018 tentang Buku Pendidikan Agama merupakan peraturan yang sangat penting. Salah satunya dalam mengantisipasi  dampak globalisasi yang ditandai dengan percepatan informasi yang didukung oleh  alat dan fasilitas yang serba canggih (misalnya  internet). Kecanggihan tersebut berimbas pada percepatan penyebaran berita dan lainnya, keluasan pengaruh, tak terkecuali berita dan tulisan terkait keagamaan,” ujar Drs.H. Paidol Barokat, M.Pd.I selaku narasumber.

“Informasi yang beredar sekarang ini ada yang benar dan baik,  namun tidak menutup kemungkinan malah sebaliknya masih ada informasi yang tidak benar dan bahkan menyesatkan atau lebih jauh lagi informasi tersebut dapat memicu perpecahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menjerumuskan generasi  muda yang kita cintai. Untuk itu dengan adanya PMA Nomor 9 Tahun 2018 tentang Buku Pendidikan Agama ini, semua buku yang berhubungan atau memuat konten keagamaan harus melalui seleksi serta telaah yang ketat serta mekanisme yang jelas oleh Kementerian Agama agar buku yang berkualitas bisa dihadirkan untuk masyarakat,” demikian narasumber menambahkan.

Retno Kartini dalam pemaparan materi sosialisasi menyampaikan bahwa lahirnya PMA No. 9 Tahun 2018 tentang Buku Pendidikan Agama salah satunya dilatari dengan terbitnya UU No. 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan, di mana dalam  pasal 6 ayat (3) dinyatakan bahwa: “Muatan keagamaan dalam buku pendidikan menjadi tanggung jawab menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama, dalam hal ini Kementerian Agama tentunya”. “Untuk memenuhi tugas dan fungsi  Kementerian Agama dalam hal menyediakan, menjaga, dan menjamin buku pendidikan agama agar tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45, serta menghadirkan buku pendidikan agama yang bermutu, maka pengaturan mengenai buku pendidikan agama perlu  dituangkan, yaitu  dalam bentuk PMA No. 9 tahun 2018 tentang Buku Pendidikan  Agama”, tambah narasumber.

Selanjutnya, secara ringkas ia menyampaikan batang tubuh PMA No. 9 Tahun 2018 yang terdiri dari  Dasar Hukum, Bab I tentang Ketentuan Umum, Bab II tentang Jenis dan Bentuk buku pendidikan agama yang terdiri dari buku teks pendidikan agama dan buku non teks pendidikan agama,  BAB III tentang Penyediaan Buku Pendidikan Agama yang terjabar dalam 4 proses yaitu pemerolehan, penilaian, penerbitan dan pendistribusian. Bab IV, V dan VI masing-masing menjabarkan tentang Pembiayaan, Pengawasan, dan Ketentuan Penutup.

Secara khusus narasumber menjelaskan lebih rinci terkait dengan proses penilaian terhadap buku pendidikan agama yang kini menjadi tugas dari Badan Litbang dan Diklat dalam hal ini diselenggarakan oleh Puslitbang LKKMO. Buku pendidikan agama yang akan dinilai adalah buku teks utama yang disusun oleh pemerintah (Kementerian Agama), serta buku teks pendamping dan buku non teks yang disusun oleh masyarakat. Setelah dinyatakan layak melalui tanda pengesahan dari Kepala Badan Litbang dan Diklat, baru buku pendidikan agama tersebut dapat dicetak dan didistribusikan ke masyarakat sesuai peruntukannya.

Sesi diskusi berjalan cukup meriah karena peserta antusias dalam menanggapi isi dari PMA. Beberapa pertanyaan yang dilontarkan peserta antara lain tentang kewenangan Ditjen-Ditjen dalam mengadaan dan pendistribusian buku pendidikan agama pasca berlakunya PMA, perlunya “label layak terbit berbarcode”, serta bagaimana mekanisme pengawasan terhadap buku pendidikan agama yang sudah beredar di masyarakat. Pertanyaan seputar pembiayaan yang dibebankan  kepada masyarakat untuk proses penilaian juga dilontarkan oleh peserta.

Saran menarik juga disampaikan seperti perlunya hotline website sebagai wadah “pengaduan” dari masyarakat terhadap layanan publik penilaian buku pendidikan agama yang nantinya akan dibentuk.

“Pembiayaan yang akan dikenakan untuk proses penilaian harus segera ditentukan sesuai prosedur dan melibatkan masyarakat dalam pembahasannya. Aturan yang akan ditetapkan juga harus segera disosialisasikan kepada masyarakat/penerbit buku pendidikan agama,”  demikian pernyataan narasumber mengakhiri sesi diskusi. (RET).

 

 

Mitra