Nuansa Moderasi Agama dalam Khazanah Keagamaan Bali

  Selasa, 24 April 2018 - 15:01 |   BY admin
Nuansa Moderasi Agama dalam Khazanah Keagamaan Bali

Bali adalah pulau yang memiliki nilai sejarah peradaban dan budaya yang tinggi. Bukti-bukti sejarah dimulai dari pra sejarah masih disimpan dan dipelihara hingga saat ini.  Dari sisi agama, pulau ini didominasi oleh agama Hindu, namun agama lain di pulau ini juga bisa exist, karena Hindu adalah agama yang toleran dan dapat hidup berdampingan dengan agama lain, seperti Islam dan Buddha. Demikian pula halnya dengan suku (etnis) yang ada di pulau ini, meskipun penduduknya lebih banyak suku Bali, namun Cina, Jawa, dan lainnya juga dapat hidup dengan damai di wilayah ini.      

Kerukunan hidup juga dicerminkan dalam khazanah keagamaan yang disimpan di pulau ini. Dua Pura yang menjadi tempat beribadah orang Hindu, ditemukan namanya berhubungan dengan Islam, yaitu Pura Mekah yang terletak di Banjar Binoh, Desa Ubung, Denpasar, dan Pura Langgar, yang berada di Desa Bunutin, Kecamatan Taman Bali, Kabupaten Bangli. Kedua pura ini tentu punya sejarah panjang dan relasi yang kuat antara penganut Hindu dan penganut agama Islam. Pura Mekah ini memiliki keunikan tersendiri, yaitu sembahyang umat Hindu yang biasa menghadap Timur, maka di Pura ini umat Hindu menghadap ke Barat. Keunikan lainnya adalah umat Hindu sekitar Pura ini dilarang makan babi. Kemudian, bagi kaum laki-laki yang tidak sunat maka akan terjadi kemudaratan baginya. Sementara Pura Langgar, menyediakan tempat sholat dan wudu’ bagi umat Islam di lingkungannya. Demikian sebut Pande dalam tulisannya, Eksistensi Pura Mekah sebagai Harmonisasi Hindu-Islam, 2015, dan Perpaduan Kebudayaan Hindu-Islam, 2014.

Khazanah keagamaan juga disimpan di museum dan tempat-tempat bersejarah lainnya di pulau dewata ini. Sebut saja Museum Provinsi Bali, yang merupakan lembaga pemerintah, sangat banyak menyimpan khazanah keagamaaan, mulai dari benda-benda purbakala masa prasejarah berupa bebatuan, masa pengenalan tulisan ditandai dengan adanya lempengan yang ditemukan dalam stupika, dan benda-benda masa sejarah lainnya, seperti arca-arca dan topeng yang memiliki penuh makna untuk keagamaan, khususnya agama Hindu.

Selama melakukan penelitian dari tanggal 18-22 April 2018 di Museum Bali, peneliti menemukan sejumlah peninggalan sejarah terkait moderasi agama dan hubungannya dengan suku lain di tanah air dan manca negara. Di lempengan koin gulden yang dipakai di Bali pada masa penjajah Belanda, ditemukan tulisan Arab yang menunjukkan hubungannya dengan Islam. Selain itu, hubungan antar pulau, yaitu Palembang juga ditemukan di koin Cent, bahkan hubungan antara negara juga ditampilkan di koin yang digunakan sebagai alat tukar pada masa itu. Koin ini memiliki nilai agama bagi masyarakat Hindu. Sebut saja koin kepeng yang bertuliskan Bahasa Cina, masih digunakan oleh umat Hindu hingga saat ini sebagai kelengkapan upacara keagamaan mereka. Penggunaan koin tersebut memiliki posisi yang sangat penting dalam setiap upacara keagamaan, yaitu harapan untuk mencapai kesejahteraan hidup.

              Di museum Bali juga dijumpai naskah lontar berjumlah 200 naskah yang kesemuanya memiliki nuansa agama. Meskipun tidak ditemukan naskah agama lain di dalam lontar yang disimpan di Museum ini, naskah pada umumnya mengandung nilai-nilai ajaran agama Hindu di dalamnya. Isi naskah-naskah ini di antaranya mengajarkan cara pengobatan tradisional agama Hindu, cerita-cerita sejarah yang dimasukkan dalam kategori tantri, dan Bahasa yang digunakan Jawa Kuno dan Bahasa Jawa masa pertengahan. Selain itu, isi lontar juga menyangkut tentang mantra, pujaan, parwa, cerita-cerita mahabrata dan Ramayana, tentang ilmu mistik, nasehat dan ajaran agama, dan tentang upacara-upacara keagamaan. Dalam naskah lotar koleksi museum ini juga ditemukan di lontar tentang penjelasan hari baik dan buruk yang disebut dengan warigo. Demikian penjelasan kepala koleksi perpustakaan khususnya naskah lontar Museum Bali, Ibu Seni.

Khazanah keagamaan koleksi musem Bali dan kehidupan masyarakat Bali menunjukkan bahwa penerapan ajaran agama Hindu di wilayah ini tidak sepenuhnya berkiblat ke India sebagai tempat asal agama Hindu, melainkan berakulturasi dengan budaya sekitar dan budaya masyarakat pendatang. Ngaben atau kremasi tidak ditemukan di India, namun dilaksanakan di Bali. Menggunakan udeng (blankon: Jawa) untuk setiap pelaksanaan upacara keagamaan adalah adopsi dari tradisi Jawa. Penggunaan uang kepeng Cina untuk kelengkapan upacara keagamaan juga terlihat jelas interaksi dengan dunia luar. Kerukunan dan moderasi agama telah dibangun dengan baik di daerah ini, dan bisa menjadi contoh untuk wilayah lain yang berada di lingkup negara NKRI sehingga benar-benar dapat terwujud kebhinnekaannya. (FI)

Mitra