Selamatkan Naskah Leluhur Bali dari Kepunahan

  Selasa, 24 April 2018 - 14:55 |   BY admin
Selamatkan Naskah Leluhur Bali dari Kepunahan

Bali adalah pulau yang memiliki kekayaan budaya yang luar biasa, sehingga ia pun dikenal sebagai pulau dewata dan dikenal secara luas di manca negara. Budaya  dan religi di pulau ini adalah berbeda untuk setiap kabupaten, dan desa. Hal ini menyebabkan lahirnya  budaya yang bervariasi. Dari budaya yang melimpah, Pulau ini telah melahirkan banyak karya penting. Para leluhur di Bali rajin menulis dan meninggalkan warisan tersebut untuk dicontoh dan diteladani anak cucunya. Di antara mereka adalah Pangeran Dauh Bale Agung di Kerajaan Gelgel, Kabupaten Klungkung.

Daun lontar menjadi satu-satunya media yang dijadikan para leluhur untuk menulis naskah tentang berbagai ilmu pengetahuan agama dan cara bijak menjalani hidup sehari-hari. Tidak ditemukan media lain sebagai alas tulis masa lampau di pulau ini. Dengan menggunakan pisau kecil/pengutik, para leluhur menulis di atas daun lontar. Agar tulisan menjadi jelas, minyak kemiri dan minyak cengkeh diolesi pada tulisan tersebut. Hal ini juga membuat naskah lontar lebih tahan lama. Tulisan Kawi pada umumnya ditemukan dalam naskah Bali. Naskah-naskah kuno Hindu Bali masih banyak dijumpai di rumah-rumah penduduk di Bali saat ini.

Pada hari Kamis (19/4/2018), peneliti Puslitbang Lektur bersama pemerhati naskah Bali, Pande Rena, di celah-celah melakukan penelitian inventarisasi kkazanah keagamaan di Museum Bali, menyempatkan diri berkunjung ke rumah penduduk untuk melihat naskah koleksi pribadi di Banjar Bukit Batu Desa Samprangan Kecamatan Gianyar Kabupaten Gianyar, yaitu rumah leluhur keluarga Pande Wayan Bawa. Di sini ditemukan sekotak (kropak: Bali) naskah lontar yang sudah tidak terawat dengan baik. Kotak naskah ini di simpan di atap Balai Dangin (balai khusus melaksanakan upacara).

Prosesi keagamaan dilakukan saat penurunan kropak naskah dengan menghaturkan sesaji terlebih dahulu agar mendapat restu leluhur ketika membuka dan membacanya. Ketika kropak dibuka, kondisi naskah sudah kotor dan tidak beraturan. Kotoran bekas pinggiran lontar sangat banyak. Pada saat itu juga, pihak keluarga membersihkannya dan mengikat kembali lontar-lontar yang berserakan dan masih dapat dibaca. Naskah-naskah ini diperkirakan ditulis sekitar abad ke-18 dan 19M. Naskah-naskah ini berisikan tentang pengetahuan dan informasi yang amat penting, seperti pengobatan (usada), ilmu padewasan ayu atau ilmu yang menentukan hari baik dalam segala kegiatan di Bali (wariga), baik untuk manusia maupun alam lingkungannya. Selain lontar, dalam kropak tersebut ditemukan juga sebilah papan yang terukir gambar tentang kalender Bali yang memberi informasi tentang penentuan hari, bulan, dan waktu baik dan buruk dalam menjalankan pekerjaan sehari-hari dan penentuan upacara keagamaan.

Salah seorang keluarga Pande, Jro Mangku Sadra, (umur 75 tahun) yang masih dapat membaca lontar dan mengetahui sejarah penulisan dan penyimpanannya ikut memberi informasi tentang asal usul naskah. Beliau menjelaskan bahwa leluhurnya berpesan agar menjaga naskah ini dan tidak membawa atau memindahkan ke tempat lain. Karena naskah-naskah ini dapat memberi kesejahteraan kepada keluarga baik lahir maupun batin, dan dapat membantu orang lain. Namun karena banyak yang tidak paham isinya, dan juga talenta mengurus lontar, maka naskah lontar ini dibiarkan begitu saja yang sampai saat ini terlihat sudah mulai hancur sebagian pingir-pinggirnya.

Hasil observasi dan interview langsung ini menunjukkan bahwa masyarakat Bali memiliki kekhasannya dalam memperlakukan naskah-naskah warisan leluhurnya, yang tentu agak berbeda dengan wilayah lain. Para ahli waris sangat percaya dengan leluhur dan menjaga barang warisan, namun sangat minim pengetahuan dalam menangani pemeliharaannya. Mereka dilarang menjual aset warisan leluhur. Sebagian dari mereka bahkan tidak berkenan naskah leluhurnya berpindah ke tempat lain di Bali. Hal itu diyakini akan terjadi kecelakaan yang menimpanya apabila naskah warisan dipindah tempatkan, apalagi menjual kepada orang lain.

Masih banyak lagi naskah lontar di tempat lain yang belum diketahui kondisi dan keadaannya. Demikian informasi dari Pande Rena. Pelacakan dan penanganan konservasi terhadap naskah yang disimpan masyarakat Bali belum dilakukan secara serius oleh berbagai pihak, termasuk oleh pemerintah sekalipun, demikian ungkapnya. Sehingga dari hari ke hari, naskah yang menghiasi daun lontar ini satu persatu menghilang dan rusak, karena tidak dijaga dan dipelihara dengan baik dan tepat. Karena itu, naskah-naskah yang ada di tangan masyarakat perlu mendapatkan penanganan konservasi, restorasi, dan digitalisasi segera oleh pihak yang berwenang, agar warisan bangsa yang penting ini dapat terselamatkan dari kepunahan. (FI)

Mitra