Indeks Pelayanan Kitab Suci Kementerian Agama, Upaya Memotret Kehadiran Negara Dalam Penyediaan Kitab Suci

  Senin, 23 April 2018 - 15:52 |   BY admin
Indeks Pelayanan Kitab Suci Kementerian Agama, Upaya Memotret Kehadiran Negara Dalam Penyediaan Kitab Suci

Jakarta, 23 April 2018, Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi (LKKMO) pada tahun 2018 memprogramkan kegiatan Indeks Layanan Kitab Suci di Lingkungan Kementerian Agama. Kementerian Agama sebagai institusi pemerintah, memiliki tugas dan fungsi melaksanakan kebijakan di bidang bimbingan keagamaan bagi seluruh penganut agama, yaitu yang terdiri: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khonghucu. Renstra Kementerian Agama 2015-2019 sebagaimana termaktub dalam  KMA  nomor 39 tahun 2015 menyataqkan bahwa dalam rangka meningkatkan pemahaman dan pengamalan ajaran agama, salah satu tusi  Kementerian Agama adalah penyediaan kitab suci. Imbasnya, layanan kitab suci ditetapkan menjadi IKU (indikator Kinerja Utama) Kementarian Agama yang pelaksanaannya perlu diukur tingkat keberhahasilannya. Hal tersebut diulas dalam rapat pembahasan DO dan IPD Indeks Layanan Kitab Suci yang digelar di Hotel Sofyan Betawi Jakarta. Rapat dihadiri undangan dari Ditjen Bimas semua agama, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu, Pinmas, LPMQ, pegawai Puslitbang LKKMO, serta peneliti dari Prisma Center.

Kapuslitbang LKKMO Muhammad Zain dalam sambutannya menyatakan: “Penelitian ini merupakan upaya untuk menjawab IKU Kemenag di bidang layanan kitab suci. Hasilnya jangan sampai bias, harus diarahkan untuk memotret fakta tentang kehadiran negara dalam layanan kitab suci.  Fakta itu ibarat udara bagi seorang peneliti. Tanpa fakta yang akurat, maka sebuah riset tidak berarti apa-apa. Oleh karenanya, survei ini harus komprehensif, dan instrumen-instrumen yang dipakai juga terukur serta benar secara metodologis. Fakta-fakta harus dipaparkan apa adanya.“

“Beberapa hal inti dalam agama yaitu, pertama doktrin. Semua agama mengandung ajaran doktrin. Kedua, kitab suci. Islam memiliki Al-Qur’an, Kristen Injil,  Buddha Tripitaka, Hindu Weda, dan Konghucu dengab kitab Si Shu. Ketiga, adanya nabi atau rasul yang diutus untuk menjelaskan kitab suci agar umat tidak salah menafsirkan. Keempat, semua agama memiliki rumah ibadah, yaitu masjid, surau langgar, gereja, wihara, pura, klenteng, dan kong miao.  Kelima, semua agama memiliki institusi/lembaga.

“Penelitian perlu mengungkap fakta-fakta bagaimana cara kitab suci tersebut agar tetap terjaga orisinalitasnya.  Untuk Al-Qur’an ada Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ). Di lembaga ini setiap lafaz-nya akan dicek dan diperiksa kebenarannya. Kristen memiliki LAI (Lembaga Alkitab Indonesia). Katolik memiliki LBI (Lembaga Biblika Indonesia) dan Nusa Indah di NTT, dan Hindu  memiliki PHDI (Parisada Hindu Dharma). Bagaimana dengan kitab suci agama lain ?  Bagaimana peran swasta dalam pengadaan dan bantuan kitab suci perlu juga diungkap,” tegasnya.

“Ujung dari riset ini bermuara pada moderasi agama. Hadirnya negara perlu ditingkatkan agar umat semua agama memahami literasi agama dengan memahami kitab suci agama masing-masing apa adanya,” ujar Muhammad Zain mengakhiri sambutannya.

Sesi pemaparan DO dan IPD  dilakukan oleh Kurniawan Zein dari Prisma Center. Kurniawan Zein menyatakan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk mengukur tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kitab suci oleh Kementerian Agama sekaligus mengidentifikasi hambatan pelayanannya. Secara ringkas ia memaparkan konsep penelitian, permasalahan, metodologi dan juga berbagai indikator  yang terjabar dalam instrumen penelitian.

Diskusi ini menghadirkan Choirul Fuad Yusuf sebagai pembahas. Dengan tegas ia menyatakan bahwa masing-masing Bimas Agama perlu membuat regulasi khusus untuk layanan kitab Suci ini, minimal dalam bentuk PMA. “Peraturan tersebut setidaknya memuat Standar Pelayanan Publiknya dan juga SOP layanan kitab suci.  Penelitian yang akan dilakukan ini hanya memungkinkan untuk studi awal guna memetakan kebutuhan layanan kitas suci saja, mengingat regulasi tentang layanan kitab suci belum tersedia. Setelah ada regulasi baru indeks yang sesungguhnya dapat dilakukan.”

“Indeks awal ini dapat dilakukan dengan menyusun indikator ideal dari layanan kitab suci, karena peraturan dan standar layanannya belum ada. Indikator disusun mulai dari proses pengadaan sampai distribusi. FGD-FGD yang intensif saya rasa penting untuk dilakukan. Hasilnya dapat digunakan sebagai saran kebijakan untuk perbaikan layanan kitab suci,“ tambah Choirul.

Diskusi pembahasan DO dan IPD juga menghadirkan narasumber  Prof. Rusmin Tumanggor dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.  “Desain perlu dilengkapi dengan data-data akurat terkait jumlah kitab suci yang dicetak dan didistribusikan pada masyarakat. Data bisa diakses pada Bimas-Bimas agama,” ujar Rusmin Tumanggor.

Selanjutnya, secara rinci Rusmin Tumanggor  mengulas aspek-aspek dalam DO mulai dari ketepatan bahasa sampai substransi dan metodologi.

Diskusi juga diramaikan dengan masukan dari para peserta. Peserta dari Bimas-Bimas Agama dan LPMQ secara umum menyatakan bahwa untuk menjaga otentisitas kitab suci, masing-masing agama memiliki lembaga terkait dengan kitab suci. Lembaga-lembaga tersebut diberi wewenang untuk mengadakan, menerjemahkan kitab suci baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa daerah, dan bekerjasama dengan Kementerian Agama terkait pendistribusiannya. Sistem distribusi kitab suci bisa dilakukan dengan tender melalui ULP ataupun bantuan langsung kepada lembaga-lembaga agama, sekolah, tempat ibadah dan lainnya.  Mereka juga menyatakan bahwa masing-masing Bimas memiliki tatacara tersendiri dalam mekanisme pengadaan dan pendistribusian kitab suci pada umat beragama.

Rosyid salah satu peserta menyatakan bahwa untuk kegiatan indeks kepuasan layanan perlu mengacu Peraturan Permenpan-RB Nomor 15 Tahun 2014 Tentang Pedoman Standar Pelayanan. Penggunaan skala Likert 4 sebaiknya ditambahkan dengan skala harapan, sehingga bisa dibandingkan antara hasil indeks dengan harapan responden.

“Data-data kuantitatif dalam DO terkait jumlah pemeluk agama dan jumlah kitab suci yang diadakan akan dilengkapi oleh tim peneliti dalam studi awal,” tegas Asroi selaku moderator mengakhiri jalannya diskusi. (RK)

Mitra