LKK_LOMBOK2016_HAG009

INDARJAYA

 

LKK_LOMBOK2016_HAG009

Bhs. Jawa

Aks. Jawa Kuno

Prosa

Ilmu Tasawauf

248hal/4 baris/hal

28x3cm

Lontar

 

Naskah ini berjudul Indarjaya. Pengarang dan tahun penyimpanannya tidak diketahui. Asal naskah dari Rembitan, Lombok Tengah. Pemilik naskah adalah Haji Lalu M. Abd. Gani. Naskah ini berjenis alas Lontar. Kondisi fisik baik dan masih dapat dibaca secara keseluruhan. Penjilidannya dalam bentuk takep bambu. Bahan naskah adalah Lontar dan kayu. Jumlah lembar naskah ini 124 lempir, jumlah halaman 248 halaman, jumlah baris per halaman 4 baris, ukuran naskah 28cmx3cm, dan ukuran teks naskah 25cmx2,5cm. Tidak ditemukan penomoran halaman dan kata alihan dalam naskah ini. Penulisan teks naskah dengan menggunakan huruf Jejawan, berbahasa Jawa Madya. Jenis tulisan adalah khat Toreh, sementara warna tulisan adalah hitam. Terdapat delapan halaman kosong dalam naskah ini.

 

Teks lembar pertama tidak terbaca karena teks kabur. Teks terakhir berbunyi : ... jating mulya, putri nyembah matur bamanik, mran mabik pratingkah kaji dewa, matur putri ngatara selapuq, hele julu mule dute leq, tatutuq.... Terdapat tulisan salah dengan pemberian tanda silang di atas hurufnya…. Kemudian dilanjutkan salapuq taturas tatu, sataman tawah tanaq dengan…”.

Isi teks adalah tentang Indarjaya meminta diajari cara orang bersembahyang. Syeikh mengajarinya cara orang salat ada 4 perkara; pertama  agar benar-benar suci hati, kedua agar hari ikhlas berbuat, ketiga tahu kedudukan yang sunat dan wajib, keempat tahu tempatnya yang haram dan yang halal. Manusia dikasihani oleh Tuhan dan dosanya diampuni.

Indarjaya meminta diajari ilmu tasawuf dan ilmu hikmah. Ilmu tasawuf dan ilmu hikmah adalah ketekunan melakasanakan kewajiban dengan hati yang suci.. Bila kamu ingin permohonan dikabulkan oleh Allah maka kamu harus tekun menjalankan perintah-Nya, kurangi makan, kurangi tidur, setelah itu tergantung pada Allah.

Karena kerasnya ilmu sufi kalau sudah berkumpul cahaya bulan purnama, terang di dalam cahaya itu akan tampak sifat rohani lalu dimasukkan cahaya di luar ke dalam cahaya yang terang itu. Kuatkan salatmu bersabarlah dengan ikhlas sebab hidup ini dengan nyawa. Nyawa itu hidup dan hidup itu yakin bahwa amal suci itu penyebab hidup. Semua yang hidup di dunia ini adalah amal, dan yang menghidupkan itulah namanya sempurna dan sejati yang disebut ia telah merdeka. Barang siapa yang tidak menjalankan agama Islam semua seperti binatang.

 

Indarjaya merasa hatinya terang oleh fatwa sang guru. Siang malam selalu tekun sembahyang tidak ada putusnya. Setelah berguru pada Syeikh selama 3 bulan lalu memohon pamit dengan mengucap salam. Lalu ia pergi ke Barat dengan menelusuri gunung dan hutan. Ketika Waktu telah tiba, ia melalukan sembahyang sendirian dimana saja. Ia mengingat roh sendiri siang malam dan terus memohon kepada Tuhan. Ia menjumpai pohon besar di bawahnya terdapat batu besar yang halus. Disitulah Indarjaya berselawat dan selesai salat ia menyaksikan kekuasaan Allah, yaitu padang yang luas serta isinya yang beraneka ragam serta hewan dan ular berbisa.

Selesai sembahyang ia melanjutkan perjalanannya, dalam perjalanannya bertemu dengan Syeikh Lukman al-Hakim yang banyak mempuyai ilmu, kurang makan dan kurang tidur, tidak pernah lupa sembayang lima waktu. Dalam pertemuannya dengan Syeikh Lukman al-Hakim terlebih dahulu menyampaikan salam yang dipimpin oleh para wali. Pada waktu Magrib telah tiba semua pergi berwudu, Syeikh Lukman al-Hakim menjadi imam selesai sembahyang terus salam.  Selesai sembahyang Syeikh Lukman al-Hakim bertanya kepada Indarjaya. Wahai anakku Indarjaya, pada saat kita sembahyang kita mengucapkan Allahuakbar apa yang kita niatkan. Indarjaya menjawab tak lain adalah kuasa Allah yang tiada duanya. Niat orang sembahyang pasti tidak ada lain hanya Allah Yang Kuasa. Tuan Syeikh bertanya lagi apa sebabnya Fatiha dibaca dalam salat fardu, dan asal mulanya waktu lima. Waktu Zuhur huruf Alif, waktu Asar huruf Lam, waktu Magrib huruf ha, waktu Isya huruf Mim, waktu Subuh huruf Dal.

 

Indarjaya meminta ilmu yang disebut ma’rifatullah, yaitu ilmu Syeikh Bayamullah dari negeri Persia. Bila ilmu itu akan saya wariskan tapi harus dalam keadaan suci, jangan tinggalkan salat lima waktu, membaca Qur’an terus menerus, kurangi makan dan tidur, jauhi barang yang haram, jangan pelit, sederhanakan dirimu, berkata santun, jauhi kaum wanita, dan berserah diri kepada Allah.

Indarjaya bertanya lagi pada Tuan Syeikh mana fardu sunat dan dari mana asal empat perkara yang ada dalam tubuh ini? Tuan Syeikh menjawab bahwa asal perkara itu pertama adalah Syariat, kedua Tarekat, ketiga hakekat, keempat ma’rifat. Syariat berkedudukan di tubuh, tarekat berkedudukan di hati, hakekat berkedudukan pada nyawa, keempat ma’rifat berkedudukan pada rasa jati dan itulah sifat sejati dalam diri kita. Selanjutnya Indarjaya bertanya mengapa seperti itu. Tuan Syeikh menjawab Syariat keluar dari tubuh disebut “lahi” yaitu yang jahat memang pantas dibalas dengan kejahatan. Hakekat itu adalah nyawa dan nyawa itu ada dalam hati. Itulah hakekat yang mulia dapat mengetahui Allah dan amal kebaikan. Budi baik tidak terpisahkan dan semua terkumpul menjadi satu. Yang bernama ma’rifattullah melalui syariat yang sebenarnya karena rasa dalam nyawa tak ada tanggungannya, karena ma’rifat sejati itu yang diperhatikan oleh Allah. Indarjaya mengatakan sambil menyembah “saya minta yang sesungguhnya yang bernama syariat yang bernama tarekat dan yang bernama hakekat dan ma’rifat”. Anakku Indarjaya bahwa tarekat itu adalah pekerjaan yang disebut “ praniti” (pianti)” ma’rifat itu adalah mengetahui atau ilmu. Tuan Syeikh mengatakan wahai anakku memang kamu sangat cemerlang ucapanmu itu seperti manusia yang telah sampai seperti sabda Nabi Muhammad yang makbul serta tahu diri dan tahu tentang Tuhan.

 

Manusia yang pasrah, percaya pada Tuhan Yang Maha Agung seperti tabiat tuan. lalu ia berkata kemudian dicium berulang kali. Wahai Indarjaya anakku, yang bernama syariat itu adalah Nur Muhammad, tarekat itu seperti angin atau napas, hakekat itu seperti bumi tetap tak berubah, dan ma’rifat itu seperti api yang menyala.